
Merindukan Senja
Aku rindu bercengkerama dengan senja. Dia yang hanya menjadi perantara pergantian siang dan malam; tak terlalu dipedulikan. Namun, dia selalu ada. Ia tak pernah cemburu dengan cerahnya langit siang ataupun redupnya langit malam. Yang ia tahu, ia hanya ikhlas mengantarkan siang pulang dan menjemput malam datang. Begitu setiap hari; pun ia tak pernah mengeluh.
Senja, sinarmu nampak tak terlalu terang, juga tak terlalu gelap. Kau selalu berusaha biasa saja di hadapan siapapun, namun kau selalu nampak bersahaja dibandingkan siang maupun malam. Kau dapat memberi arti yang luar biasa meski kehadiranmu hanya sebentar aja. Aku ingin sepertimu, memberi arti terbaik dalam persinggahan tersingkat.
Banyak orang mengenalmu hanya sebagai obrolan singkat atau bahan puisi yang sok romantis. Mendayu-dayu bak penyair-penyair cinta amatir atau menggalau ria tanpa arti dan tanpa henti.
Wahai senja, ingatkah? Dulu dirimu sering kusebut-sebut dalam obrolan singkat atau bahan puisi yang sok romantis. Namun, kali ini aku ingin memahamimu secara berbeda. Menghayati setiap makna yang kau beri. š
Yogyakarta, 17 November 2016
12:57 am

